Wednesday, January 31, 2007

Goresan tangan seorang abdi


“ Kita ini orang susah jalani saja hidup ini apa adanya, tidak usah mikir yang macam-macam, kita tak pernah tau esok akan bagaiamana “
“ Ya memang betul, gak usah ambisi kepengen hidup kaya bukankah begitu?”

Itulah sebuah penggalan obrolan bapak-bapak diwarung kopi, saat aku membeli dua buah pisang goreng pesanan bapak.

“ Eh Jana, bapakmu mana, kok tidak pernah ngopi diwarung sini “ tanya salah seorang bapak.
“ Bapak dirumah sedang menanak nasi”
“ Bilangin sama bapakmu tidak usah kerja terlalu ngoyo, toh juga tidak bakalan pernah kaya”

Aku hanya tersenyum meringis, sembari pulang membawa pisang goreng pesanan bapak. Aku tidak memperdulikan omongan orang itu dia hanya sibuk mengurusi orang lain. Kulahap pisang goreng yang enak ini yang selalu membuatku ingin menambah. Jatah pisang goreng untukku memang hanya satu, dan satunya lagi untuk bapak, menjadi impianku yang sangat sederhana untuk bisa makan lebih dari satu, disamping mimpi-mimpiku yang lain. Aku menuang air panas ke gelas yang ujungnya sudah camping, tak perlu lama untuk mengaduk kopi itu karena aku tak pernah mengisi gula untuknya, bukan karena alasan takut terkena diabetes namun kami tidak punya uang lebih untuk hanya sekedar membeli gula. Sedangkan untukku cukup air hangat saja untuk mengindari perut kembung dipagi hari yang buta.

Kami hanya hidup berdua di gubuk itu ditemani seekor babi, sapi serta beberapa ayam ternak yang sering kuintip telurnya untuk kujadikan lauk setiap harinya. Satu telur cukup untuk lauk kami sehari dengan tiga kali makan, bapak mencampur telur itu dengan sayur dan banyak cabai. Walaupun yang kami makan hanya nasi dan telur saja namun kami sampai berkeringat memakannya karena kepedasan. Aku adalah anak tunggal bapak, aku tak punya ibu, kata bapak, ibu meningal karena sakit, menurutku wajar saja, mengingat kondisi kehidupan kami, jangankan untuk mengobati ibu, untuk beli gula saja kami tak mampu. Walaupun begitu di umurku yang menginjak 20 tahun aku tumbuh sebagai lelaki sehat dan kekar, badanku hitam legam dan rambutku kecoklatan karena tiap hari terkena terik matahari. Aku sekolah hanya sampai SD saja, tidak seperti teman-teman lainnya karena keterbatasan ekonomi kami. Kata temanku aku adalah salah seorang yang menggagalkan program pemerintah wajib belajar 9 tahun.
Bapak adalah seorang abdi dia hampir menghabiskan 50 tahun hidupnya mengabdi pada sebuah keluarga terkaya di desa ini. Pekerjaan bapak tiap hari mengepel lantai marmer yang berlantai tiga, juga harus mengepel mobil mereka yang lebih dari lima, setelah itu dia juga di tugaskan memotong rumput halaman yang luas, memberi makan ternak dan banyak lagi pekerjaannya yang harus diambilnya. Jam 6 pagi dia sudah harus setor muka di keluarga itu dan pulang kembali setelah petang. Ibu Harun adalah nyonya besar dirumah itu, dialah yang memegang peranan. Wanita yang sangat galak dan cerewet. Tiap pagi bagun subuh untuk membuat sasak yang tinggi dikepalanya seperti ibu-ibu pejabat. Dulu ketika aku lulus SD anaknya bu Harun berencana menyekolahkanku sampai SMP, namun si Nyonya tua itulah yang tidak mengijinkan menyekolahkanku. Aku masih teringat omongannya waktu itu
“ Heh, untuk apa kamu berbaik hati sama anak seorang pembantu itu, tidak usah kau sekolahkan dia, aku mau memperkerjakannya, terlalu enak baginya sekolah, aku akan suruh dia mengurus ladang kita.”
Sudah tidak ada harapan lagi untukku sekolah, namun aku harus menerima keadaan itu. Ketika teman-teman pergi kesekolah menggendong tas dan besepatu kain sedangkan aku hanya memanggul cangkul dan bersepatu boot. Tapi teman-temanku sangatlah baik, mereka sering sekali datang kerumahku dan mengajariku apa yang mereka dapatkan di sekolah. Kutahu bapak sedih tidak dapat menyekolahkanku, namun aku dapat memakluminya.
Bapak sangat pendiam kami jarang berkomunikasi dan jarang keluar rumah selain bekerja, raut mukanya selalu datar tiada pernah kulihat dia tersenyum ataupun menangis, terkadang kubertanya, apakah dia masih mempunyai rasa. Aku pernah melihat Nyonya Harun menyiram muka bapak dengan kopi, permasalahnya hanya lantaran kopi yang dibuat olehnya kurang manis, mungkin bapak lupa kalau nyonya Harun memiliki berkarung-karung gula tidak seperti dirinya. Bapak hanya diam saja diperlakukan kasar dikeluarga itu. Sepulang kejadian itu aku memberanikan diri bertanya kepadanya
“ Bapak, kenapa tadi diam saja diperlakukan seperti itu, aku sedih melihatnya, seperti kita tidak punya harga diri”
“Ya, kita memang tidak punya harga nak, apalagi dimata mereka kita hanya seorang abdi, namun apa boleh buat, kita masih membutuhkan mereka untuk menyambung hidup, kalau aku melawannya berarti gajiku akan dipotong dan hanya akan membuat kita susah saja. Bapak sudah 50 tahun menjadi abdi, tiada pilihan lain Jana”
“Pak, aku bosan menjadi abdi terus, aku ingin merubah hidupku, aku tidak mau menjadi abdi di keluarga itu lagi, aku ingin jadi orang kaya pak”
Sahutku dengan ketus pada bapak. Hatiku jengah dengan kehidupan ini, aku ingin merubah kehidupanku.
Hari ini matahari begitu terik, aku menyandarkan badan di gubuk setelah mencangkul ladang keluarga bu Harun, kubuka bungkusan nasi yang tadi pagi kubawa bersama bapak, menu tiap hari masih tetap sama ada nasi, garam dan telur dengan banyak cabai, tetap nikmat kurasakan makanan itu. Sebentar lagi musim panen kuberharap mendapatkan bonus lebih dari keluarga bu Harun. Setelah makan siang aku menyenderkan kepala di bawah pohon kelapa, dan aku terkejut ketika dibangunkan oleh seseorang, aku bangun gelagapan, takut yang datang adalah bu Harun dan ternyata tidak yang datang adalah cucunya. Bocah lelaki berumur 9 tahun yang berbadan subur memiliki hobi makan dan tidur. Dia senang sekali bermain denganku, namun selalu sembunyi-sembunyi. Hari ini dia datang membawakanku makanan. Dia sangat bangga menjadi anak tunggal karena dia akan menjadi pewaris tunggal kekayaan ayahnya, berhektar-hektar kebun kopi dan ratusan ternak sedangkan aku sebaliknya anak tunggal dengan warisan gubuk kecil.
“ Hey, ngapain kamu keladang bawa buku sebanyak itu?, pasti kamu mengaku mau belajar ya pada orang rumah, dan kamu kabur main ke ladang” Godaku pada anak itu.
“Heh, kamu mau membuatkanku PR tidak? Nanti kukasi upah “
Dia selalu mengancamku untuk membuatkannya PR, anak ini memang sedikit bodoh, tapi dengan kebodohannya itu aku diberikan keuntungan, ada pemasukan lebih setiap harinya dari upah mebuatkannya PR.
Panen telah selesai, seluruh tabungan kukumpulkan, hal yang pertama kulakukan adalah membeli pisang goreng sepuasnya pagi itu, dan membuat teh panas manis, sedangkan untuk bapak kubuatkan kopi dengan gula. Masih duduk di depan tungku api sembari memasak nasi aku memperhatikan bapak, dia tersenyum padaku. Ini membutaku ingin membuka percakapana dengannya
“ Pak, aku ingin megubah nasibku, aku tidak mau selamanya menjadi abdi di kelaurga bu Harun, aku ingin mencari pekerjaan lainnya saja, aku ingin kaya pak”
Bapak menghentikan tangannya memotong ketela dan memandangku
“ Pekerjaan apa yang ingin kau cari ?”
“ Aku mau ke kota saja pak, palingan juga banyak pekerjaan disana, badanku kuat aku bisa menjadi buruh dagang”
“Ya, sama saja, menjadi buruh pasar juga tidak akan bikin kamu kaya juga kamu tetap menjadi abdi cuman beda tempat saja, asal kamu tau nak, kita itu memang di takdirkan dengan menjadi seorang abdi, jangan kira ketika kamu sudah menjadi seorang tuan majikan kamu bakalan tidak menjadi abdi lagi, kamu pasti tetap menjadi abdi dari tuanmu yang lain, semua itu seperti piramid dan kita tak mungkin menjadi yang paling atas, paling ataspun akan tetap menajdi abdi sang penguasa.”
“ Hah bapak ini, ya walaupun tetap menjadi abdi setidaknya menjadi abdi yang lebih baik dari ini lah pak yang bikin hidup ini gak susah kayak gini, beli pisang goreng aja ga mampu. pokoknya aku mau ke kota saja, pasti ada saja pekerjaan disana”
“ Ya, kalau memang sudah tekadmu mau merubah nasib hidupmu silahkan saja, nanti kamu bilang sama ibu Harun kalau kamu berhenti mengurus ladangnya”
Pagi ini kubertemu ibu Harun dan pamit padanya, dia mencibirku dan dia yakin suatu saat dia pasti akan kembali meminta pekerjaan padanya. Sakit hati juga aku dengan nenek tua tak berperasaan itu. Aku kemudian pamit kepada bapak untuk meninggalkan desa dan mengadu nasibku di kota. Bapak terlihat sedih kutinggalkan, dia memberikanku sebungkus nasi dan kuyakin lauknya adalah telur.
“ Kuharap kamu bisa menggapai mimpimu Jana, dan kelak kau tidak menjadi abdi seperti bapak” Kutatap dia sembari berpamitan.

Aku langsung menuju kota, pasar adalah tempat yang tepat untuk mencari pekerjaan dengan menghandalakan tubuh yang kuat. Kulihat disekiling mungkin ada yang dapat kukerjakan, aku mendekati seorang pemilik toko sekedar menanyakan apakah dia membutuhkan tenaga tambahan angkut barang. Dari sekian pemilik toko yang kutemui tak satupun membutuhkan tenagaku. Hari telah sore, aku tak mungkin kembali kedesa, uang tabunganku hanya cukup untuk makan seminggu, aku harus secepatnya mendapatkan pekerjaan. Kulangkahkan kaki menuju pantai, kota ini memiliki pantai yang cukup indah, dulu dipakai sebagai pelabuhan dagang, namun sekarang menjadi objek wisata. Banyak hotel-hotel dan restoran dibangun disekelilingnya, pernah juga aku bermimpi menjadi pegawai hotel tapi mustahil sekali bagiku yang hanya tamat sekolah SD.
Aku melihat sekumpulan pemuda pedagang cinderamata menawarkan dagangannya kepada turis asing yang sedang berjalan-jalan dipantai. Mereka membawa patung, kalung dan kerang. Seorang turis membeli beberapa buah kalung, kulirik dia membayar cukup mahal untuk barang seperti itu, kuberfikir pasti dia mendapatkan untung yang banyak. Kalau aku berjualan seperti itu aku pasti banyak uang dan kuajak bapak berhenti menjadi abdi mungkin aku tidak akan menjadi abdi lagi. Aku berjalan menyusuri pantai, dan melintas di depan hotel, banyak sekali turis-turis berjemur disana. Aku melirik sekilas para turis yang hanya mengenakan kutang dan celana dalam. Naluri lelakiku terpancing, otot organ vitalku mengeras, birahiku tertantang, kutersadar kalau aku belum pernah menyentuh wanita sekalipun di umurku yang beranjak dewasa, kuberjanji dalam hati aku akan kuberikan perjakaku kepada seorang gadis yang mampu memikat hatiku. Aku memang tidak pernah dekat dengan wanita, mungkin karena fikiranku hanya terfokus untuk mencari uang untuk mencukupi hidup. Kulangkahkan kaki dengan cepat menuju kampung nelayan, senang sekali rasanya sesekali melihat pantai. Para nelayan mengayuh perahu semakin jauh kedalam, kupandang mereka melempar jaring, cukup banyak tangkapan yang di dapat. Satu perahu mendekat menuju pesisir, beberapa pemuda berlari menarik perahu. Aku berfikir untuk mencari kerja disini saja, tubuhku cukup kuat untuk melakukan perkerjaan itu. Kudekati seorang nelayan berharap dia membutuhkan bantuan untuk menarik jaring. Seperti gayung bersambut dia memperbolehkanku bekerja disana, untuk masa percobaan aku akan diupah dengan beberapa ikan tangkapan. Tidak masalah bagiku selama dia meberikanku tempat menginap. Keesokan harinya aku sudah mulai bekerja dan diajak melaut, menjadi pengalaman baru bagiku melaut, kucoba bersahabat dengan angin, ombak, pasir, dan air yang terbentang luas. Mualnya mabuk laut membuatku terhuyung seharian.
Sebulan telah kutaklukan lautan dan hatiku senang ketika majikanku memberikankau upah berupa uang dan beberapa ikan untuk kumasak. Hidupku sedikit mengalami perubahan, kali ini tak makan telur dan cabai lagi tapi aku bisa makan ikan. Sore hari setelah melaut aku duduk dipinggir pantai, kunyalakan sebatang rokok, aku sudah bisa membeli rokok dan juga sering minum arak, kata pemuda kampung disini akan terlihat gagah dan dilirik perempuan jika kita merokok dan minum arak. Sejenak hayalku kembali kedesa, kuteringat bapak rasa rindu menyeruak, ingin ku pulang menjenguknya namun tabunganku belum cukup.
Kali ini hasil tangkapan kami tidaklah banyak, aku dan majikanku cukup kecewa, angin bertiup kencang beberapa hari ini dan ombakpun besar membuat kami susah melaut. Terik matahari menyengat, aku berteduh di gubuk majikanku, sosok seorang perempuan melintas, dia tersenyum padaku membuat hatiku berdesir, kubalas senyumannya, dia sibuk menjemur ikan, kutatap setiap geriknya, ingin hati memiliki perempuan itu. Ini adalah pertama kali aku merasakan hal ini, mungkin aku telah jatuh cinta padanya. Dia sering mencuri pandang padaku, membuat aku semakin ingin mendekatinya. Kuberanikan diri mendekati dan menyapanya sambil membantunya membalikkan ikan-ikan asin itu. Saat kudengar suaranya semakin membuat jantungku berdebar. Dia menggunakan kain selutut memperlihatkan kulitnya yang halus, sungguh aneh dikampung nelayan dengan terik matahari dan udara yang asin ada seorang perempuan yang berkulit putih.
Sari nama perempuan itu yang membuatku tidak bisa tidur malam ini, fikranku terus tertuju padanya. Pintu gubukku diketuk oleh majikan dia mengajakku melaut tengah malam, berharap dapat menutupi tangkapan tadi pagi, hasilnyapun cukup lumayan kami tidak perlu melaut kembali. Aku duduk diluar gubuk menghilangkan penat berharap bertemu dengannya. Harapanku terkabul, kulihat Sari melintas, namun rasa kecewa menyergapku, dia digandeng seorang lelaki, kuberanikan untuk menatapnya, dia hanya menunduk dan mengintip dari sudut matanya, mata kami sempat saling bertatap, membuat hatiku bergemuruh. kuyakin dia tertarik padaku. Kulemparkan senyum saat dia melintas di depanku dan mengalihkan pandanganku ke laut mengusir rasa kecewa, angin masih terasa kencang, langit kelam bertaburan bintang. Kunyalakan api unggun untuk mengusir dingin, beberapa ikan kubakar sebagai santap malam. Kumenuang secangkir arak dan menyalakan sebatang rokok untuk mengusir dingin, cukup sepi malam ini, para pemuda kampung ini tiada yang keluar, kudengar orang-orang sedang pergi ke alun-alun untuk menonton wayang. Aku malas pergi dan memilih untuk duduk. Disela-sela asap rokok kembali kumenangkap sosok Sari, rambut panjangnya tergerai, jantungku semakin berdegup kencang. Kulempar pandangan kesekeliling Sari kembali melintas di depanku tanpa lelaki itu, namun tetap kupastikan tiada lelaki itu di sekitarnya. Kuberanikan menyapa dan bercakap, kuajak dia mampir di depan gubuk sambil menikmati api unggun. Tak kusangka kini aku duduk berdua dengannya, dia anak yang pemalu dan pendiam, tidak pernah mendahului membuka pembicaraan dan menyahutpun dengan singkat.
Malam itu merupakan malam yang sangat indah bagiku, walaupun kami hanya mengobrol dan berjalan-jalan saja, sepertinya dia memberikan respon yang positif terhadapku. Kuberharap malam ini aku bisa bertemu denganya lagi. Aku memang sedang beruntung perempuan pujaanku kembali lagi seorang diri. Kali ini aku lebih berani menyapanya dengan akrab dan mengajaknya berjalan menyusuri pantai menjauhi kampung nelayan. Saat seperti ini naluri lelakiku muncul, kuberanikan diri untuk menggandeng tanganya, Sari begitu menggairahkan, tiada canggung sekalipun dia terhadapku walaupun nampak pemalu. Aku sedikit gugup menghadapinya mengingat ini adalah pertama kali sedekat ini dengan perempuan. Kutenangkan diri, dan berisitahat untuk duduk menghadap lautan. Sungguh diluar sangka, Sari menyenderkan kepalanya di bahuku. Tuhan !! pekikku kuatkanlah imanku perempuan ini sungguh memikat hatiku. Mungkin dia bisa mendengar degup jantungku, kuberanikan diri merangkulnya Tak bisa kubendung hasrat ini yang menggelora, seperti deburan ombak. Mata kami saling bertatap memancarkan rasa cinta dan hasrat. Aku cukup gugup untuk memulainya mengingat ini adalah pertama kali kulakukan. Kupejamkan mata dan mendekatinya, kurasakan hangat nafasnya memasuki rongga mulutku dan otot organ vitalku kembali mengeras sejadi-jadinya membuat gundukan kecil dan membuat sempit celana yang kugunakan, kudengar nafasnya naik turun, dan aku hanyut dalam pengembaraan, bergumul diatas pasir tanpa sehelai benang di saksikan bintang dan gelap malam. Surga dunia kukecap, kutatap matanya dalam tak ada tanda penyesalan, dia hanya tersenyum menatapku.
Pagi ini tak ingin rasanya terjaga, baju yang kukenakan masih tercium harum perempuan itu. Hayalku selalu dipenuhi oleh Sari. Majikanku sudah bersiap-siap melaut, aku beranjak mencuci muka, di laut aku lebih banyak terbengong dan tak bergairah kerja. Malam ini kunantikan lagi berharap Sari menemuiku lagi, aku duduk di pinggir pantai hingga larut dia tak kunjung tiba hingga angin laut menusuk tulangku, akupun beranjak pulang, sekian malam kulewati untuk menunggunya kembali namun tetap saja sari tak kunjung menyapaku. Gundah hati menyelimuti, hasrat ingin bertemu semakin menggebu, apalagi hasrat untuk mengulang malam itu tak dapat kubendung. Aku masih duduk di pingir pantai, kudengar langkah seorang datang ku cepat menoleh dan menghampiri ternyata bukan dia. Seorang pemuda kampung, datang membawa arak, dan mengajakku minum bersama, dalam hamparan dingin kunyalakan rokok, kuisap dalam dan terbawa angin. Aku memberanikan diri bertanya padanya tentang Sari dan sungguh membuatku terkejut bahwa Sari akan menikah dengan seorang anak orang kaya dikampung nelayan ini. Aku tercengang, badanku lemas, harapan dan cintaku telah hilang.
Sejak malam itu aku berusaha untuk melupakannya, dan mengisi hari-hariku dengan melaut. Tangkapanku juga tidak seberapa, cukup membuat penghasilan kami merosot, aku turun dari perahu dan menariknya ke pesisir pantai. Seorang wanita bule paruh baya berambut pirang menunggu perahu kami untuk membeli ikan, dia mengambil semua hasil tangkapan kami. Dan aku dimintanya untuk mengantarkan ikan itu kerumahnya. Aku cukup terbengong ketika mendapati rumahanya yang begitu mewah dengan kolam renang pribadi. Dia memberikanku uang yang dua kali lipat dari harga jual ikan tersebut.
“ Nyonya uang anda lebih”
“oh tidak sisa nya itu memang untuk kamu”
“ sebanyak ini nyonya?”
“Iya, besok kalau ada ikan lagi tolong kamu bawa kesini ya “
“baik nyonya”
Kelebihan uang yang diberikannya itu nyaris sama dengan gaji yang diberikan oleh majikanku. Hari ini tangkapanku banyak dan kuberfikir segera membawa ke nyonya bule yang kaya itu. Dia terlihat senang ketika kubawakan ikan dan memintaku untuk membantu membersihkan ikan tersebut. Setelah pekerjaanku selesai aku pamit pulang padanya.
“ Heh , tunggu sebentar ini uangnya”
“ kenapa lebih lagi nyonya?”
“ Iya itu untuk kamu lagi”
“ Terima kasih banyak nyonya”
“ oh ya nama kamu siapa?”
“Saya Jana Nyonya”
“Ok Jana lagi tiga hari tolong saya di bawakan ikan yang lebih banyak lagi, karena saya mau mengadakan pesta di rumah , juga apa kamu bisa bantu saya untuk memanggangkannya?
“ oh tentu nyonya”

Dengan senang hati aku mulai membantunya memanggang ikan. Ramai sekali tamu yang datang akupun ikut menikmati makanan yang terasa aneh di lidahku kecuali ikan panggang, juga aku diberikan minuman yang memabukkan tapi tidak sekeras arak. Keesokannya dia memintaku membantu membersihkan rumahnya yang penuh sampah seusai pesta. Hari ini semakin kurasakan rumahnya yang begitu luas dan hanya ada seorang pembantu di rumah itu seorang perempuan tua yang lebih banyak menghabiskan waktu di dapur. Nyonya bule itu hidup sendiri tak ada suami juga anak-anaknya. Selesai membersihkan rumahnya, nyonya bule itu kembali memberiku upah yang banyak.
“ heh Jana , apa kamu mau bekerja untukku membersihkan rumahku?”
Aku tak perlu berfikir panjang untuk mengiyakan. Bisa di bayangkan Gaji bekerja sehari saja sudah lebih dari cukup apalagi kalau sebulan dengan pekerjaan yang sangat gampang.
“ baik nyonya, saya mau bekerja disini”

Mulai hari ini aku tinggal di rumah nyonya bule, aku diberikan 1 kamar yang bagus berisi kamar mandi, jauh sekali dengan rumahku di kampung. Nyonya itu baik sekali tidak seperti nyonya Harun, kadang dia membelikanku pakaian dan banyak lagi hadiah yang tak kuduga. Sudah nyaris dua bulan aku bekerja dan inilah pekerjaan yang paling menguntungkan buatku, sesekali aku berkunjung ke kampung nelayan mentraktir para pemuda kampung sembari minum arak dan berharap bertemu dengan Sari perempuan pujaanku. Malam ini aku dibangunkan oleh suara mobil Nyonya bule, aku harus membukankan gerbang untuknya. Dia pulang sangat larut dan dalam keadaan mabuk berat ditemani seorang pemuda. Nyaris setiap minggu dia keluar malam dan pulang dalam keadaan mabuk dan ditemani oleh pemuda yang berbeda-beda. Pemuda itu membopongnya masuk kekamar dan akan keluar kamar keesokan siang. Bibi juru dapur pernah bercerita padaku kalau nyonya bule sudah becerai dengan suaminya dan anaknya tinggal diluar negeri. Kini nyonya bule tidak menikah lagi tapi memiliki pacar yang banyak yang hanya bertahan seminggu. Malam ini nyonya bule keluar lagi untuk berpesta dan pastinya pulang dalam keadaan mabuk serta ditemani lelaki baru lagi. Aku sedang mengingat Sari dan malam yang pernah kami lewati. Lamunanku di buyarkan oleh suara klakson mobil Nyonya bule. Aku membukakan gerbang, kuperhatikan dia turun dari mobil seorang diri tanpa ditemani seorang pemuda. Dia berjalan terhuyung dan aku membopongnya masuk kedalam kamar, kucoba membangunkan bibi juru dapur untuk membantu tapi dia tidak terjaga juga. Nyonya bule berbicara tidak karuan, kadang memakai bahasa yang tidak aku mengerti. Segera aku menutup pintu kamarnya dan kembali melanjutkan tidurku. Tak selang berapa lama aku harus terbangun kembali dengan teriakan nyonya bule, aku mendatangi kamarnya.
“ Heh Jana ambilkan aku minuman lagi “
” Baik Nyonya”
Kubawakan dia minuman akohol sambil membersihkan kamarnya yang penuh dengan muntah. Nyonya bule sudah diluar kontrol dia memanggil nama orang. Sembari aku membersihkan sisa muntahannya dia tertidur terlentang hanya mengenakan kutang dan celana dalam. Sebagai lelaki normal birahikupun tak bisa diajak kompromi. Dalam keadaan mabuk nyonya bule memintaku untuk menemaninya di kamar. Dengan perasaan takut dan canggung aku duduk di sofa tapi diluar dugaanku nyonya bule memintaku menemaninya di ranjang, rasa takut menyergapku, tapi nyonya bule sepertinya memang menginginkanku. Dan malam itu kulewati dengan majikanku namun hayalku terbang bersama Sari.

Pagi ini kuterbangun sangat gugup dan aku takut dipecat atas kejadian semalam cepat-cepat aku keluar kamar nyonya bule. Seharian aku tak berani berpapasan dengannya, rasa takut menghantuiku. Menjelang malam ini aku semakin gundah karena ketakutanku, suara nyonya bule terdengar memanggilku, dan akupun gemetar. Aku akan kehilangan pekerjaanku. Dengan muka pucat pasi aku menghadapnya.
“ Jana, tolong saya dibelikan minuman lagi”
Akupun pergi dengan perasaan sedikit lega namun kecemasan tetap menghantuiku akan kehilangan pekerjaan. Hingga larut dia masih menegak minuman itu. Tengah malam dia kembali memanggilku meminta ditemani minum – minuman berakohol tersebut tak ada sedikitpun dia menyinggung masalah semalam, hingga kamipun berada di bawah pengaruh akohol. Dan kami berdua kembali mabuk dan berakhir di ranjang, kali ini aku mulai bisa menikmati dan tidak begitu takut karena kuyakin kalau majikanku memang menginginkanku. Hal inipun berulang hingga berkali-kali dan aku mulai terbiasa.

Ini adalah awal bulan waktunya aku menerima gaji, sunguh diluar dugaan aku mendapatkan gaji yang sangat banyak. Aku semakin terkejut ditambah lagi ketika aku tak perlu lagi membersihkan rumahnya dan mendapatkan tugas baru hanya menemaninya berjalan-jalan, makan, minum hingga mabuk dan berakhir di ranjang. Kini uang bukan masalah lagi bagiku, aku dibelikan segalanya dan gaya hidupku nyaris seperti orang kaya. Hanya satu syarat yang diberikan oleh nyonya bule, aku tak boleh berhubungan dengan perempuan lain selain dia. Sari harus kulupakan juga. Aku mematuhi permintaanya demi uang dan dan aku rela menemaninya diranjang walaupun aku tidak pernah mencintainya.
Hidupku kini telah berubah, aku menjadi teingat dengan obrolan bapak-bapak di warung kopi kampungku
“ Kita tidak akan pernah tau akan bagaimana esok, ya dijalani saja”
Hari ini aku pulang kekampung menjenguk bapak, kucari dia kerumah Ibu Harun, dia sangat tekejut melihatku datang membawa mobil dan berpakain bagus. Bapak tidak mengenaliku. Ibu Harun hanya mencibir menatapku tak suka.
“ Jana itu kamu?”
“ Iya pak, ini Jana”
Akupun mengajak bapak pulang, banyak orang kampung menatapku seolah tidak percaya dengan diriku.
“Jana kamu nampak lain, sudah punya banyak uang, tak lagi menjadi abdi kasar yang selalu dimaki majikan, kamu menggapai mimpimu nak ?”
“ Ya pak, jana tidak perlu lagi menjadi abdi yang selalu dimaki majikan, Ini Jana ada uang untuk bapak, untuk membenahi rumah, kalau bapak mau tidak usah lagi bekerja pada Ibu harun, akan kubelikan bapak ladang dan sapi “
“Jana dimana kamu dapatkan uang sebanyak ini? Apa pekerjaanmu Jana?”
Pertanyaan bapak tak bisa kujawab dengan jujur, aku harus berbohong.
“ Aku bekerja sebagai mandor buruh pak”
“baiklah, asalkan kamu bekerja yang halal dan jujur saja. Kini kau sudah menjadi tuan majikan, jangan kasar terhadap abdimu”
“ Ya pak”
“Terus apa kamu tidak menginap dirumah dan besok pagi membeli pisang goreng sepuasmu atau makan nasi dengan sambal telur seperti biasanya?”
“Tidak pak, aku banyak pekerjaan, aku harus kembali ke kota sore ini”
Aku pergi meninggalkan bapak, dalam perjalanan aku termenung dengan perkataan bapak.
“ Pak maafkan anakmu ini atas ambisiku yang ingin hidup berkecukupan dan tidak mau lagi menjadi abdi seperti dirimu aku harus menempuh hidup ini demi hidup yang lebih baik, walaupun aku harus melacurkan diri dengan mengabdi sebagai pemuas nafsu seorang nyonya tua” bisiku dalam hati.

Wednesday, January 24, 2007

Move Your Body ...

Melihat iklan layanan masyarakat di Tv mengenai gaya hidup sehat tak hanya membuat saya setuju namun termotivasi dan terinspirasi untuk melakoninya “cukup olahraga, cukup makanan bergizi dan rekreasi”, jika di jalani akan menjadikan kita sehat jasmani dan rohani. Sangat disadari kesehatan merupakan aset yang sangat penting untuk mendukung aktivitas keseharian kita, seperti ungakapan Men sana in corpore sano, di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Tapi kebanyakan dari kita biasanya tersadar betapa pentingnya menjadi sehat jika kita dalam keadaan sakit. Saya teringat saat tak sengaja menguping obrolan seorang dokter dengan pasiennya.
“.... Anda memilih mau sehat atau sakit?”
Waktu itu saya berfikir, pilihan yang sangat gampang yang diberikan oleh dokter tersebut, dan si pasienpun dengan gampang menjawab
“Ya, tentu saja saya pilih sehat, dok”
Saya yakin tak seorangpun mau memilih sakit tapi di balik pilihan yang gampang tersebut ternyata ada beberapa hal yang cukup susah dan membutuhkan komitmen tinggi yang di syaratkan oleh sang dokter.
“Baiklah, kalau anda mau sehat anda harus melakukan hal berikut ini, kurangi makan daging (disarankan vegetarian), cukup istirahat tidak boleh tidur larut apalagi subuh, berhenti minum-minuman yang mengandung akohol dan kafein. Tidak merokok serta rajin berolah raga. Tapi jika mau sakit jalani hidup sesuka hati anda. “
Tak terdengar jawaban dari si pasien ….. (pilihan dikembalikan kepada anda)

Sore yang cerah ini saya lewati dengan bersantai bersama seorang teman wanita yang cantik dan selalu rajin merawat tubuh. Dia mengeluhkan tentang bertambahnya lingkar pinggang, perut, pinggul yang semula saya kira mengalami kesalahan tempat penyuntikan silicon . ( ehhe..he.. sori ya jeng.. peace)
Sembari menyeruput kopi dan memandang bukit campuhan yang hijau menghampar, saya setia mendengarkan keluh kesahnya ( tepatnya melamun karena kadang terdengar kadang tidak( ehe sorri lagi jeng) teman saya merasa resah dengan komplain dari lelaki idamnnya akan tubuhnya yang sudah mulai tidak proposional lagi, saya jadi teringat iklan salah satu produk pelangsing tubuh dimana sang lelaki terobsesi dengan wanita bertubuh seksi. Tapi setelah sekian lama saya terbang, saya tersentak sendiri dan teringat bahwa tak hanya dia yang terkena masalah tersebut tapi sebentar lagi saya bisa dihampiri masalah serupa.

Sudah cukup lama rasa malas menyerang saya untuk menggerakkan tubuh, walaupun hanya sekedar ke warung yang jaraknya tidak lebih dari 50 meter saya lebih memilih mengendarai motor. Belakangan ini saya mengabaikan ritual hidup sehat, terjadi ketidak seimbangan antara rohani dan jasmani. Nyaris sebulan ini saya absent dari kegiatan yoga, berenang ataupun sekedar jogging santai. Waktu lebih sering saya habiskan untuk membolak balikkan majalah, membaca halaman demi halaman novel yang tebal, nonton film, bergelut dengan cat minyak, kanvas dan imajinasi atau duduk berjam-jam di depan computer mengerjakan tugas kantor, chatting bersama teman, menuliskan cerita pendek serta menuliskan hasil kotemplasi diri dan tidur di waktu subuh. Semua kegiatan itu tidak menggerakkan sedikitpun tubuh saya, dan membuat pantat terasa panas harus duduk berjam-jam. Hal tersebut diperparah dengan sekotak camilan, coklat, dan kopi. Alhasil badan saya mulai berontak dan tidak sehat.

Tiba- tiba saya nyeletuk mengeluarkan ide yang cukup mengangetkan teman saya. Bagaimana kalau kita mulai menggerakkan badan, kita awali dengan menyusuri bebukitan campuhan di sore hari dan tiap pagi pergi kekantor dengan berjalan kaki mengingat antara rumah dan kantor saya tidak lebih dari 1,5 kilo. Awalnya teman saya meragukan ide tersebut, karena potensi saya yang cukup besar untuk mengingkari ide saya sendiri. Tapi, saya meyakinkannya bahwa saya bersungguh-sungguh.

Dengan terpaksa teman saya mengambil sepatu kets dan menemani saya menembus ilalang menjadikannya sore yang penuh gerutu. Saya berlari diantara hijaunya alang-alang yang setinggi lutut, berteriak dan mendengar gema suara sendiri dan pada akhirnya terlentang menengadah menatap langit yang kian memerah. Gerutu teman saya tak berhenti diiringi kulitnya yang terasa gatal tertusuk ilalang, mengingat ini bukanlah ide baik untuknya atau cara dia mengembalikan bentuk tubuhya yang proposional. Biasanya dia akan mengunjungi Gym mengikuti kelas Body language atau aerobic dan salsa bukan bukit ilalang dan sawah ( maaf teman, melakukan sesutau yang beda asik juga kan ?)

Dan pagi ini saya menepati janji saya untuk berjalan kaki ke kantor. Saya memantapkan diri untuk memulai menggerakkan badan. Banyak hal biasa menjadi tidak biasa. Hampir sudah setahun saya melintasi jalanan tersebut dengan mengendarai sepeda motor namun, baru ini saya memperhatikan banyak hal lebih detail yang sering terlewati. Hanya dengan modal berangkat lebih awal saya memulainya. Tiap langkah saya nyaris terhenti karena harus menyapa dan mengobrol dengan tetangga atau tersenyum saat berpapasan dengan para ibu-ibu yang pulang dari pasar. Saya pun kadang dituntut untuk lincah dan gesit menjinjit, meloncat saat trotoar jalan jebol ( pak bupati yang sekarang mo dipilih kembali ga? ayo dong trotoarnya di alokasikan dana) atau menghindari “puff” anjing yang sembarangan di sepanjang jalan, banyak sekali anjing liar tanpa empu yang tak terurus ( bagaimana dengan wacana pemeliharaan anjing wajib pajak? dan mengurangi kecelakaan yang disebabkan menabrak anjing). Tak hanya itu ternyata saya juga harus sigap menyela diantara mobil dan motor yang diparkir sembarangan sepanjang jalan raya Ubud. Maklum banyak orang bisa beli mobil namun jarang punya lahan untuk bikin garasi lebih baik dikontrakkan nambah penghasilan ( nah kalo fenomena yang ini solusinya gemana? bikin tempat parkir umum aja yuu). Atau saya harus menutup idung saat melintas di depan beberapa restoran bukan karena bau masakan yang membuat perut saya berbunyi tapi karena sampah yang belum diangkat. Perjalananpun saya sengaja buat menarik dengan berjalan masuk melintasi pasar merasakan riuhnya keadaan pasar pagi. Menyaksikan para buruh tua yang masih berjuang untuk hidup di usianya yang dua kali lipat usia saya dimana seharusnya sudah beristirahat menikmati masa tua namun tetap semangat mencari nafkah hidup. Mereka harus menjungjung barang yang berkilo-kilo yang mungkin tak pernah bisa saya angkat. Saya juga menatap para pedagang yang bengong menunggu pembeli dan celingukan mencari uang guna membayar pajak. Mereka semua bangun subuh untuk mencari nafkah dan berjuang mempertahankan hidup mereka. Saya jadi berfikir, kenapa saya yang masih produktif dan energik kalah semangat hanya untuk sekedar menggerakkan badan. Saya pun dengan senyum, langkah pasti dan semangat melewati hari ini dan mulai menggerakkan badan menyeimbangkan rohani dan jasmani. Men sana in corpore sano gitu deyh..

Ayo teman-teman semua gerakkan tubuhmu..

Wednesday, January 17, 2007

Siwaratri

Siwaratri atau malam siwa merupakan sebuah momen saat Siwa memberikan anugrah pengampunan dosa kepada Lubdhaka. Hari ini momen itu dirayakan kembali, akankah kita menjadi Lubdhaka –Lubdhaka yang lain? Sebuah pertanyaan muncul apakah benar dosa itu dapat di hapuskan begitu saja dengan kemurahan hati Siwa? Benar atau tidak dosa dihapuskan biarkanlah tetap menjadi rahasia antara Lubdhaka dengan Siwa. Sebuah pilihan lain muncul ketika pertanyaan dapat atau tidak dosa dihapuskan belum mendapat jawaban pasti. Bagiamana dengan memulai malam Siwaratri ini dengan kesadaran? Kesadaran yang dapat diartikan untuk meningkatkan kesadaran rohani dalam menghadapi dinamika kehidupan yang penuh gejolak, minimal menyadarkan diri untuk tidak menambah dosa lagi atau dengan segala kekuatan untuk menahan diri tidak melakukan sesuatu yang dianggap dosa. Sepertinya merupakan sebuah pilihan yang cukup bijak.

Menyadarkan diri sendiri memang tidak dapat dilakukan dalam tempo hanya semalam suntuk ketika momen siwaratri datang, seperti halnya ritual melek/ tidak tidur dalam waktu 36 jam saat merayakan siwaratri, kemungkinan juga itu peluang membuat dosa lagi. Banyak yang mengunjungi pantai malam itu bertujuan untuk bersembahyang, tapi setelah sembahyang banyak juga dari mereka mengambil formasi dua-dua yaitu satu lelaki dan satu perempuan apakah mereka cukup kuat iman untuk tidak menambah dosa lagi?

Bagiamanapun itu kita sebagai umat yang dibekali rohani dan iman, melalui momen ini berusaha mengingatkan dan menyadarkan diri secara terus menerus setiap saat untuk tidak menambah dosa lagi. Alangkah baiknya kalau setiap malam kita anggap Siwaratri sehingga memiliki kesempatan lebih untuk memohon ampunan dosa dan meningkatkan kesadaran diri untuk tidak menambah dosa. Masalah diampuni atau tidak urusan nanti saja, yang penting sadar aja dulu.

Umat sedharma, selamat melakukan pengampunan dosa, jagalah hati, fikiran dan perbuatan.

Tuesday, January 16, 2007

Bocoran ilahi - sebuah cerpen

Ruang konsultasi lelaki itu tak pernah sepi di kunjungi oleh orang yang ingin menanyakan ramalan nasib, peruntungan, jodoh, dan rejeki. Telah 4 jam aku menunggu dia selesai meladeni para tamunya. Aku bukan datang untuk diramal namun karena aku telah lama tidak bertemu dengannya. Kupandangi foto lelaki yang berpose bersama sederetan orang yang tak asing lagi di layar TV. Dia telah menjadi sahabat para artis yang sering diminta petunjuk masalah karir keartisannya. Hampir lima tahun aku tidak bertemu dengannya, badannya sedikit kurus, uban putih mengkilat menyela diantara warna hitam. Dia nampak semakin dewasa, tampan dan mapan. Lelaki yang pernah singgah di hatiku sekian puluh tahun dan akhirnya kulukai hatinya. Tak pernah sedikitpun aku menyangka dia akan menjalani profesi sebagai seorang peramal, waktu telah merubah hidupnya. Sangat lucu ketika aku teringat foto wisudanya saat mendapatkan gelar sarjana hukum.

Seorang wanita yang lebih mirip asistennya mempersilahkan aku masuk setelah seorang bintang film keluar dari ruangannya. Hatiku sedikit bergetar ketika aku memasuki ruangannya. Udara dari pendingin menyergap dan langkahku sedikit ragu untuk menemuinya.
“Silahkan” sapanya setelah mendengar pintunya terbuka, dan tetap menunduk menuliskan sesuatu dalam bukunya.
“ ngg.. hai” sapaku canggung dan membuatnya menengadah dengan tatapan tak percaya, bergegas dia mendekat dengan rasa keterkejutannya.
“ Apa kabar? .. dengan siapa “
“Kabar Baik, Sendiri” jawabku masih cangung
“hhhmmm maaf, suamimu?”
“Dia sedang tugas keluar kota”
“Ada yang bisa aku bantu Maya, kamu dengan tiba-tiba muncul kembali?”
“uhmm..sebenarnya aku hanya mampir dan ingin bertemu denganmu”
Jawabku sekenanya dan penuh dengan rasa canggung.
“ Sepertinya, suasana ruang kerjaku kurang nyaman untuk kita mengobrol, berhubung kamu klien terakhirku, bagaiaman kalau kita mencari tempat ngobrol yang lebih relaks saja, sekalian makan malam. Kamu tidak ada acara kan? “
“Boleh “ jawabku singkat untuk meredam rasa gelisahku.

Aku menunggu dia merapikan berkas-berkasnya. Aku memilih untuk tidak satu mobil dengannya agar aku dapat menenangkan gundahku, kuikuti mobilnya yang merayap di malam kota ini. Aku masih tidak percaya dengan tindakanku dan ide gilaku yang tidak terkontrol untuk menemuinya tanpa alasan yang tepat. Hasrat sesaat yang ingin mengetahui kabarnya begitu menggebu. Dia berbelok menuju salah satu restoran, sebuah pilihan yang bagus dan nyaman. Kami duduk saling berhadapan, dia menatapku dengan hangat, sama dengan sekian tahun yang lalu. Aku melirik sejenak ke jemarinya, ada cincin melingkar di jari manisnya. Mungkinkah dia telah menikah tanpa aku ketahui. Ya mungkin saja karena aku tidak pernah memberikan kontakku padanya atau aku mencari tahu tentangnya.

“Apa kabar Maya?” dengan nada yang masih belum percaya akan pertemuan ini dan menanyakan hal sama untuk kesekian kalinya.
“ Ya, seperti yang kamu lihat”
“ Bagaimana dengan kehidupan cintamu, keluarga dan anak-anakmu?
“ Kehidupanku baik-baik saja, keluarga juga menyenangkan, tapi aku belum mempunyai anak”
“ Oohhh, belum ada, kenapa? apa masih mau berkarir terus seperti cita-citamu dulu?”
“Haruskah aku menjawab?” tanyaku pelan
“Maaf, kalau pertanyaanku membuatmu tidak nyaman”
“Terus ada angin apa kamu tumben menemuiku setelah sekian lama?”
“Masa kamu sebagai peramal tidak tahu tentang kedatanganku”
“Jangan ungkit-ungkit masalah profesiku disini, walaupun aku sebagai peramal aku tidak mendapatkan pawisik kalau aku akan bertemu denganmu”
Tawanya renyah berusaha mencairkan suasana yang terasa sedikit canggung.
“ Angga, maaf apakah kamu sudah berkeluarga?”
“ Ooohh, kamu melihat cincin ini ya? Sudah..aku telah menikahi seorang wanita setelah 2 tahun pernikahanmu berlangsung dan tanpa kabar darimu.” Senyumnya sedikit sinis.
“ Kalau boleh tahu siapa wanita itu ?”
“ Dia wanita yang hebat, manis dan lembut”
“ Kapan-kapan perkenalkanlah denganku, orang yang dapat menggantikan posisiku itu”
“Dia menggantikan, karena kamu telah meninggalkan posisimu”
“Dimanakah dia sekarang?”
“Apakah dia begitu penting bagimu?”
“Uhhmm setidaknya aku ingin tahu, terus apakah kamu sudah mempunyai anak?”
“Aku sama sepertimu, aku belum memiliki anak, dan juga aku telah bercerai.
“Maaf, kok secepat itu?”
“Karmaku hanya sampai disitu denganya, entahlah kehadirannya tetap terasa hampa karena aku tak pernah bisa mencintainya dengan jujur. Lupakan saja sudah berlalu. Terus aku ingin bertanya padamu , angin apa yang menerbangkanmu menemuiku?”
“ Akupun tidak tahu, entah apa yang mendorongku untuk menemuimu dan menungumu selama 4 jam”
“Apakah 4 jam terasa berat dan lama bagimu?”
“Ya, pastinya aku harus mengantri diantara sekian banyak klienmu” tawaku untuk menghilangkan kesan kaku.
“ Tapi pernahkah kamu membayangkan kalau ada orang yang masih tetap setia menunggu seseorang sekian tahun lamanya mungkin hingga esok dan lusa?”
Aku menyadari arah pembicaraan Angga, dia telah menyindirku yang begitu saja meninggalkannya.

Dreet..drett..drettt.. Hpnya bergetar dan dia beranjak menjauhiku, sayup-sayup kudengar dari mejaku pembicaraannya dengan nada bicara yang lembut dan kasih sayang. Mungkin dari pacarnya yang baru. Dengan namanya yang kini dikenal oleh publik pastinya dia akan selalu dikelilingi oleh perempuan berparas ayu.

Dia kembali ke meja kami dan meraih tanganku. Tatapan matanya masih tetap sama dengan tatapan sekian tahun yang lalu saat aku melukainya.
“ Maya, sebagai seorang peramal, sejujurnya aku tidak begitu gampang menebak arah fikiranmu, karena kamu begitu spesial di hatiku. Jadi ada yang bisa aku bantu ?
“ Sebenarnya tidak ada hal penting yang ingin aku bicarakan padamu, aku hanya ingin menemuimu saja. Mungkin karma kita yang mempertemukan kita kembali. Terus malahan aku yang ingin bertanya padamu, kok kamu bisa menjadi cenayang seperti ini?” Tawaku seraya menirukan kosa katanya.
“He..he..he.., entahlah, mungkin sudah menjadi jalan hidupku. Setelah kita berpisah, aku sering merasa resah dan tidak bisa tidur, daripada aku frustasi yang tidak karuan aku mencoba untuk meditasi, dalam perjalanan pengembaraan rohku, seringkali aku diberikan penghilatan akan sesuatu, seperi hal gaib. Dan aku menjadi tertarik dengan hal-hal mistis dan gaib. Meramal menjadi sebuah ketertarikan bagiku, bermodalkan dengan kartu tarot yang kubeli dari toko buku aku mulai belajar memahami sebuah dunia diluar logika. Romi teman kuliah kita dulu menjadi sasaran pertamaku. Dan diluar dugaan apa yang kuramalkan menjadi kenyataan. Kejadian itu sempat membuatku takut. Menjadi peramal bukanlah hal yang menyenangkan, terkadang kita di hadapakan pada sebuah fenomena yang sering tidak ingin aku percayai, apalagi ketika aku melihat akan ada bencana alam atau orang-orang terdekat kita mengalami musibah. Dan repotnya lagi, setiap awal tahun selalu membuatku sibuk, klienku selalu ramai menanyakan peruntungannya, nasib, jodoh, karir, konsultasi bisnis, dan banyak hal yang terkait dengan hal tersebut membuat fikiranku lelah. Semua orang berusaha untuk mencuri start mengetahui tentang jalan hidupnya. Mereka selalu ingin tahu dengan hal yang seharunya menjadi rahasia Ilahi. Tapi Tuhan berkata lain aku ditakdirkan sebagai orang yang “ember” selalu membocorkan rahasia Ilahi. Terkadang aku sering merasa takut dan tidak berani jujur saat meramal, ketakutanku dengan berbagai hal buruk yang akan menimpa, ketakutanku ketika mengetahui beberapa teman yang sering aku ajak jalan akan meninggal dalam waktu dekat, atau mereka akan bercerai. Haruskah aku jujur dan membocorkan semua rahasia ilahi tersebut?. Aku sering merasa ketakutan sendiri dengan semua hal yang kulihat. Ketika aku sedang bermeditasi ingin rasanya aku tak kembali lagi ke dunia ini, aku menemukan tempat yang jauh lebih nyaman, namun tugasku belum selesai, karmaku masih panjang di dunia ini, aku diberikan tugas sebagai orang yang bermulut ember yang selalu membocorkan rahasia ilahi.
“uhhmm, kalau begitu maukah kamu meramal ku Angga ? tapi katakan yang baik-baik saja ya?”
“Baiklah akan kukatakan yag baik-baik saja”
“Apa yang kamu lihat Angga?, tanyaku dengan hati-hati”
“ Semuanya baik-baik saja, karirmu makin bagus, keluarga juga”
“Baguslah”
“Maya, boleh aku minta sesuatu padamu ? “
“Ya, asal tidak memberatkan” Candaku padanya.
“ Sisakan sedikit ruang dihatimu untukku, menyimpan dua cinta tidaklah dosa, seandainya dosa biar aku yang akan memikulnya. Cintaku padamu tidak pernah berubah dari dulu hingga esok. Bawalah terus cintaku dihatimu, hanya itu yang kupinta”

Permintaan Angga menyeret kenanganku tergulir pada saat-saat kami bersama. Tindakan dan ide gilaku untuk menemuinya membuahkan hasil diluar kontrol. Dan kami mendapatkan satu fakta bahwa kami memang masih saling mencintai dan malam itu membuat kami benar-benar lepas dari kontrol logika.

Setelah pertemuan itu aku tidak pernah menghubungi Angga kembali, aku takut hal diluar kontrol akan terulang kembali. Telah seminggu aku terbaring dirumah sakit, aku merasakan sakit yang amat sangat di bagian perutku, menurut diagnosa dokter aku telah menderita kanker rahim yang tak pernah ingin aku percayai. Kondisiku semakin menurun, mungkin aku hanya bisa menghirup udara hanya tinggal beberapa saat. Kala seperti ini aku merindukan sosok seorang Angga yang selalu bisa memotivasiku. Kupejamkan mataku, memohon kepada Tuhan agar Angga diberikan pawisik dan mencariku untuk menemuiku.

“Tuhan ijinkanlah aku bertemu denganya, sebelum ajal menjemputku”

Hari ini suamiku tidak bisa menungguiku di rumah sakit, dia harus menjalankan tugas yang tak bisa ditolaknya. Pintu terbuka, bukan dokter yang berpakain putih yang masuk namun Angga datang dengan memakai pakaian hitam dan seikat bunga mawar merah berpita hitam.
“Tuhan, terima kasih kau kabulkan permintaanku”
“Angga, apakah hari ku telah tiba?”
Angga hanya terdiam dan menggenggam tanganku.
“ Angga, kamu jangan sedih, bukankah kamu telah mengetahui ramalan hidupku sejak malam pertemuan kita dan kamu menyembunyikannya padaku, kamu hanya mengatakan yang baik-baik saja padaku, walaupun itu memang permintaanku”
“ Maya, sejak malam itupun aku telah menangis, disaat orang-orang masih menikmati kecantikanmu dan kerianganmu, tapi aku telah menangis dan bersedih menghitung waktu. Melihatmu seperti mayat yang berjalan semakin membaut hatiku terluka. Maya, waktumu memang sudah tiba. Karmamu hanya sampai disini saja. Aku datang ingin meyakinkanmu bahwa cintamu akan selalu mengisi seluruh ruang dalam hatiku hingga kapanpun. Bawalah cintaku pergi, jangan bawa penyesalan dan kesedihan. Tak ada yang lebih menyakitkan dalam hidupku sebagai seorang peramal saat mendapatkan bocoran dari ilahi tentang kematian seorang terkasih yang teramat kucintai. Pergilah Maya dalam damai dan cinta”



Friday, January 5, 2007

CCTV - Polisi - Pencuri

Ada pemandangan baru sejak pertengahan Desember lalu di sepanjang jalan raya Ubud yang menarik perhatian orang yang melintas. Pemasangan kamera CCTV itu lebih banyak di kira pemasangan kabel telpon atau pemasangan lampu jalan oleh warga sekitar. Kamera yang ditujukan untuk merekam aktivitas orang yang berlalu lalang di seputaran Ubud ini nantinya diharapkan akan membantu kinerja kepolisian.

Desaku belakangan ini sering tidak aman, banyak tindakan kriminal terjadi yang sangat meresahkan. Bagaimana tidak, sebagai desa yang selalu padat di kunjungi wisatawan mancanegara ternyata tidak mampu memberikan jaminan keamanan. Akan menjadi sangat mubasir ketika para pelaku pariwisata sibuk melakukan promosi wisata dan bebagai program recovery Bali. Pencurian tidak hanya menyasar wisatawan asing namun juga warga lokal. Sebenarnya kepolisian dan pecalang / keamanan desa telah dikerahkan untuk pengamanan ekstra menyambut Nataru ( Natal dan tahun Baru). Sebuah pos polisi telah didirikan lengkap dengan fasilitas TV di pusat keramaian pasar Ubud. Sekian kali saya melewati pos tersebut, saya lebih sering melihat mereka terpaku pada layar TV atau mengobrol dengan para pedagang acung wanita. Keprihatinan saya semakin menjadi-jadi ketika penjambretan seorang wisatawan asing terjadi di dekat pos polisi dan ironisnya Si penjambret tidak tertangkap. Terus bagaimana dengan cctv yang dipasang yang harusnya merekam kejadian penjambretan tersebut. Saya pun mendapat jawaban dengan tidak sengaja ketika saya harus menemani bibi saya ke kantor polisi melaporkan rumahnya yang juga di gondol maling. Disanalah saya melihat beberapa orang programer sedang sibuk menyiapkan dan mentraining para polisi untuk menjalankan program cctv tersebut. Jadi saudaraku sekalian ....ternyata ....... CCTV di jalan raya ubud tersebut belum aktif. Dari hasil obrolan ringan saya dengan pak polisi, ternyata banyak kasus pencurian yang terjadi di beberapa toko, rumah dan hotel. Salah satu yang di ekspos oleh media adalah kasus perampokan sepasang tamu korea yang sedang berbulan madu di sebuah villa yang baru beroperasi. Hal tersebut semakin mencoreng nama desaku sebagai tujuan wisata yang minim keamanan. Walaupun villa tersebut telah di lengkapi dengan cctv namun kontruksi pagar pembatas yang rendah tak mengurangi niat si pencuri untuk masuk. Menjadi sebuah dilema bagi hotel di Ubud ketika harus memilih diantara keamanan dan keindahan. Jika dipasang tembok pembatas tinggi akan kehilangan pemandangan sawah yang bisa menaikkan harga kamar. Alhasil para polisi sangat disibukkan dengan agenda pengejaran perampok yang diberikan limit waktu sebulan oleh Kapolda bali. ( selamat berjuang pak polisi !!!!!)

.....dan.... dengan berbagai kejadian tersebut apakah kita harus membenci pencuri? Saya sendiripun masih bingung,.... apalagi setelah keluarga saya mendapat musibah saat Toko perak kami dibobol maling dan polisi tak menemukan hasil apapun. Mungkin inilah fenomena yang disebut sudah jatuh tertimpa tangga, dimana kami harus disusahkan lagi dengan istilah “uang terima kasih” untuk polisi selama kasus pengsutan berlangsung.

Bagaimanapun pencuri juga manusia, punya hati tapi tak berasa. Sebuah profesi yang kini banyak digeluti oleh orang “kepepet”. Pencuri juga butuh makan dan punya keluarga yang harus di berikan nafkah. Jika tidak ada pencuri maka polisi akan kehilangan pekerjaannya, anggap saja sebagai sebuah rantai kehidupan.

Seorang keluarga maling juga tetap memiliki kasih sayang, tengoklah pesan seorang ibu maling terhadap anaknya ketika sang anak berangkat bekerja
“ Nak, hati-hati kalau nyopet”
Dan sebagai seroang ibu dari keluarga non maling, wajiblah memberikan pesan kepada anaknya “Nak, hati-hati, agar tidak di copet”
Atau sebuah slogan yang selalu ditanamkan oleh bapak maling terhadap anaknya
“Seorang pencuri itu harus jeli melihat kesempatan yang ada, memiliki keberanian yang tinggi dan kemauan serta niat yang kuat. Alhasil akan berhasil”

Ya apapun itu, sepertinya semua umat manusia di dunia ini bertujuan untuk bertahan dan meneruskan hidup, jadi biarkan saja semua berjalan di jalurnya masing-masing.
Cuman, mohon untuk selalu mengingat sebuah pesan dari bung NAPI, bagi anda yang memilih profesi kehidupan sebagai non maling.
“ Kejahatan ada dimana-mana WASPADALAH !!!!! “
Sedangkan bagi anda yang berprofesi sebagai maling ingatlah pesan
" Kesempatan ada dimana-mana Cermatlah!!!!!!"

Wednesday, January 3, 2007

Tahun Baru

Semua berdebar menghitung detik-detik terakhir pergantian tahun yang sangat di nantikan untuk dirayakan.
5.. 4… 3… 2… 1… TOeeettttt.. toeett…. Toeett…prreeettt…..Prreettt !!!!!!!! Bunyi terompet bising ditiupkan disambut sorak sorai menggema dengan lonjakan penuh kegembiraan. Volume musik dengan beat cepat dinaikkan dan mengeluarkan dentuman keras, menghentakkan gairah dan semangat pesta yang tinggi. Minuman ditegak hingga membakar tenggorokan membuat semua seakan melayang dalam harapan dan kegembiraan yang penuh sukacita menyambut datangnya tahun baru.

Sebuah pemandangan yang hampir sama tiap tahunnya. Terompet dan topi seakan telah menjadi sebuah ikon menghiasi semarak perayaan. Tentunya hal ini memberikan berkah tersendiri bagi para penjual terompet yang mendapatkan rezeki musiman akhir tahun. Berbagai acara di gelar dengan suguhan menarik oleh hotel, restaurant, kafe, dan klub malam untuk mengais rejeki dari sebagain besar orang yang loyal di malam yang spesial ini. Tak urung bagi mereka yang bergerak di dunia hiburan akan kebanjiran Job. Penyanyi , Band yang sedang naik daun, dan MC di datangkan dari ibu kota. Tak hanya mereka, para penghibur lokalpun kecipratan rejeki. Group penari tradisional datang dengan seperangkat gamelan dan penarinya berbondong-bondong menggunakan truk. Kemeriahan pesta akan semakin terasa dengan menyaksikan kembang api di kegelapan langit malam. Dana jutaan rupiahpun dirogoh untuk melengkapi suasana yang beberapa menit tersebut.
Sepertinya perayaan ini telah merasuk di sukma setiap umat manusia. Malam yang spesial ini juga dimanfaatkan oleh kaum muda untuk mendapatkan ijin menegak minuman berakohol dari para orang tuanya, dengan alasan sekali setahun. Alhasil minuman keras dengan label ijin dari departemen kesehatan laris manis malam tersebut. Setidaknya lebih baik daripada meminum arak oplosan yang sering tidak diketahui kadar akoholnya. Dan sebagian anak muda telah memulai ritual mabuk dari sore hari dan mencapai puncaknya tengah malam.
Malam ini tak hanya dihiasi gegap gempita, ketika akohol mulai merasuki saraf, kontrolpun semakin melemah, dan sering berakibat fatal, kawanpun menjadi lawan. Seorang ibu harus dibangunkan tengah malam oleh deringan telfon sang anak yang sedang terbaring di rumah sakit. Begitulah keramaian perayaan tahun baru semua orang bergembira dan bersuka cita melawan kantuk hingga tengah malam bahkan subuh.
Malam pergantian tahun ini juga merupakan sebuah waktu yang tepat untuk membuat sebuah permintaan yang diyakini akan terkabul “ Close your eyes, make a wish, and your dream came true” dan pernahkah kita membayangkan permintaan sekian juta orang di malam tersebut? Semoga aja Tuhan tidak krodit mendengarnya seperti jaringan telfon seluler yang ngadat malam tersebut, jutaan sms selamat tahun baru harus pending dan mengantri untuk sampai ke tujuan. Namun bagaimana dengan seseorang yang melewatkan detik-detik pergantian tahun hanya dengan tidur, apakah dia tidak memiliki permintaan atau harapan di tahun 2007?

Monday, January 1, 2007

Happy New Year


2006 telah berlalu dengan meninggalkan kenangan.
Kini dengan semangat baru menyambut datangnya 2007.
Happy New Year
Wishing you a year of
Love,
Happiness,
Peace, and..
Prosperity for 2007.