Thursday, December 18, 2008

Sajadah

Dia lelaki paruh baya, pekerjaannya hanya tukang kebun. Dialah tulang punggung keluarganya. Hidupnya jauh dari sederhana, bagiku teramat sederhana. Dia jarang berbicara, entah dia memang pendiam atau tak tahu apa yang mesti dibicarakannya.

Aku selalu menyapa duluan ketika melewatinya, aku bukan majikannya, aku hanya tamu yang menumpang nginap di rumah tuannya.

Ketika adzan magrib mengumandang aku beranjak ke dapur untuk membuat secangkir teh. Pintu dapur coba kubuka namun agak tersendat, akupun melongokkan kepala melalui pintu.

Dalam lorong dapur yang sempit, kulihat dia bersimpuh menghadap kiblat, melakukan sholat dengan khusuknya. Aku tertegun lama menatap sajadahnya, bukan permadani dari yordania, melainkan hanya selembar koran bekas.

Ya Tuhan, kembali kau perlihatkan padaku bahwa aku cukup beruntung.

Sholat itu niat dan ketulusan. Tuhan tidak akan melihat sajadah yang kamu pakai, ataupun pakaian yang kamu gunakan. Tapi Tuhan melihat ketulusan hambanya.

18 Desember 2008
Surabya
d.purnami

Angkot

Aku tak ingat kapan terakhir kali aku naik angkot, yang pasti sudah cukup lama.
Angkutan kota, bisa di bayangkan jasa transportasi umum ini. Pasti dimana-mana sama. Jauh dari rasa nyaman, panas tak ber AC, berdesakan dan lama.

Angkot sering diidentikkan dengan masyarakat ekonomi kelas bawah. Ya sudah pasti mana ada orang kaya mau naik angkot. Pasti bawa mobil sendiri, masyarakat menengahpun tak mau, pasti memilih mengendarai sepeda motor sendiri.

Jasa angkot ini hanya memungut bayaran 2000 untuk siswa dan 3000 untuk umum sangat berguna bagi mereka yang tak memiliki kendaraan pribadi.

Sore ini hujan turun menderu dengan derasnya petirpun menyambar-nyambar. Aku beharap hujan segera reda, jika tidak jalan depan yang akan kulewati pasti akan banjir.

30 menit lagi aku harus bertemu dokter. Aku mencoba menelfon taxi. Jaringannya sibuk, aku menunggu hingga 20 menit taxi masih tak bisa kuhubungi. Diluar hujan sudah sedikit mereda, dan akupun berlari keluar menuju jalan raya untuk mencegat taxi.

Aku kurang beruntung, tak satupun taxi kosong lewat hingga aku tak punya waktu lagi. Angkot begitu banyak yang lewat, lama kufikir. Apakah aku akan naik angkot saja. Tak selang berapa lama tanganku pun menyetopnya. Deg, aku tak yakin untuk naik ke angkot itu, namun tiada plihan. Supir meneriakiku untuk segera masuk dan mengambil tempat duduk. Belum rasanya pantatku menyentuh kursi, angkot sudah melaju.

Bau tak sedap campuran parfum murah dan keringat menyambutku menusuk hidung dan membuat kepalaku berdenyut. Aku duduk diantara bapak-bapak buruh jalan. Rasa takut dan tak nyaman menyergapku. Kubaca pada pintu angkot tulisan yang cukup besar. Awas Copet! Yap aku memang harus extra hati-hati. Tas aku pegang dengan erat, tak berani mengeluarkan hp dan berharap hpku tak berbunyi.

Perjalanan terasa sangat lama, aku mulai merasa sesak dengan 15 orang, udara pengap dan aku harus menunduk karena plafonnya yg rendah. Mual dan pusing menyerangku namun aku tetap bertahan hingga sampai di tujuan.

Fyuh... aku memang terlalu lama hidup dalam kenyamanan, dan kali ini aku diingatkan kembali untuk selalu bersukur.

16 Desember 2008
Surabaya
d.purnami