Tuesday, August 4, 2009

Guru

Wanita paruh baya itu duduk di bawah pohon rindang, di bangku-bangku kantin sambil menunggu makan siangnya.

Wajahnya nampak lelah, kerut- kerut telah menghiasi sudut mata, bibir serta dahinya.

Murid-muridnya bermain berteriak hiruk pikuk membuat panas suasana.

Dia memakai setelan coklat, yg mirip warna kulitnya. Rambut nya memutih.

32 tahun dia telah menjabat menjadi guru. Menjalankan tugas untuk mendidik muridnya.

"Mengajar murid kelas 1 kadang lucu, mereka kadang masih harus ditemani orang tuanya. Seringkali menangis dikelas, pipis dicelana bahkan berak

Tahun 1977 saya diangkat jadi guru, gaji saya waktu itu cuman RP 1.080 (seribu delapan puluh rupiah) dan itupun di bayar rapel 3 tahun. Sekarang gaji saya 2 juta rupiah.

Dapat tunjangan beras 10 kilo, itupun beras yg sudah busuk, rasanya ayampun malas untuk memakan.

Tapi saya bangga, anak-anak saya semua sarjana, tumbuh sehat walau makan beras yg tak enak. Mereka sudah menjadi manajer, gajinya 10 kali lipat gaji saya.

Tapi saya masih senang melakoni pekerjaan saya menjadi guru, mengajarkan murid mengenal huruf dan angka. Mungkin ada dulu salah seorang murid saya yg saya ceboki, kini telah menjadi pejabat.

Ya saya hanya seorang guru."

Bel kelaspun berdering, dia bergegas mengajak murid-murid
Masuk kelas.

Dedicated untuk ibu saya.
Thanks bu untuk semuanya.

Rumah kecilku, 4 agustus 12.30
D.purnami


Powered by Telkomsel BlackBerry®

Terima kasih ; kau besuk aku.

Terima kasih,

Kau telah datang membesukku malam ini.
Walau kurasa waktunya terlalu malam bagiku, dini hari tepatnya.


Tak ada penjaga yg melarangmu masuk, tak ada aturan jam besuk yg harus Kau ikuti.

Semua adalah waktumu.

Kau tak membawa buah, bunga atau kue kering untukku.

Yang kau bawa adalah senyum. Obat yg kurindu selama ini.
Obat yang seketika menyembuhkanku dibandingkan semua obat penahan sakit, antibiotik yg telah diberikan dokter.


Malam ini kita berbincang. Mungkin tepatnya kau akan mendengarkan saja, karena curhatku akan sangat panjang.

Ah, sepanjang apapun itu waktu kita begitu banyak.
Bisa saja aku yang akan tertidur dalam curhatku.
Bahkan saat aku terlelap pun kuyakin kau kan tetap menjagaku.
Tetap dengan senyum dan kehangatanmu.


Ah, dari mana kumulai,
semua berlomba muncul dikepalaku untuk berebut diperbincangkan.

Walau kutahu waktumu tersedia banyak untukku sebanyak yang kumau.

Untuk kau yg begitu sayang padaku,

Aku sadar, aku telah berlari begitu jauh darimu, menampikanmu, bahkan menyangkalmu.

Aku juga telah merusak semua yang kau beri.

Aku buatmu kesal,
agar kau menamparku,
agar kau membeciku.

Tapi tidak,
kau tetap merangkulku,
merangkai kembali semua yg telah kurusak.

Kau tetap tersenyum untukku.


Saat aku terbaring tak berdaya seperti ini,
Kau tetap datang membesukku walau larut sekali.
Antara aku sadar dan tidak.

Kau maafkan aku seperti tak terjadi apapun,
kau ajak aku berbincang begitu lama sehingga tak sadar akan waktu yg sudah pagi.

Bulir- bulir air mataku jatuh membasahi jiwaku yg telah lama kering.
Kau masih mendengarkanku dengan senyum yg bersahaja dan hangat.


Tak ada sedikitpun nampak raut kemarahan, kekecewaan, dan kekesalan.

Mungkin karena kau tak punya semua rasa itu.

Yang kau punya hanya rasa sayang dan maaf.


Malam ini,
Pada kakimu aku memohon maaf
Atas semua keangkuhanku.
Atas semua perkosa terhadap tubuh ini.
Atas semua lalai yg kubuat.


Aku telah lama tak berani pejamkan mata karena ketakutanku untuk tak bisa terbangun esok hari.

Malam ini kau temaniku,
akupun berani terlelap, karena kuyakin esok aku akan terbangun dan menyapa mataharimu.

Jikapun aku tak bangun, setidaknya aku berani memejamkan mata dengan tenang dan ditemani olehmu.


Terima kasih,

Kau luangkan waktu tuk besuk aku yg tiada arti ini.
Untuk jadikanku orang yang spesial.
Untuk tunjukkan kau begitu sayang dan cinta padaku.

Terima kasih untuk semua yang telah kau beri untuku.


Ubud, 4 agustus 02.30 am
D.purnami


Powered by Telkomsel BlackBerry®