Friday, November 19, 2010

Sekuntum lily

Aku adalah sekuntum lily
Yang telah dipetik oleh seorang lelaki,
dijadikan hiasan dalam rumah itu.

Tak ada bunga lain, hanya aku sekuntum.

Hanya sesekali dia memandangku,
Atau mencium harumku.
Setelah itu dia pergi dan rumah itu kosong.

Tak pernah ada perempuan yang singgah pada rumah itu,
Hanya lelaki itu seorang diri.

Sering kumenanti diriku akan di bungkus dan dihiasi pita,
Menanti diriku dipersembahkan pada seorang wanita.
Aku akan menunjukkan wajah kesegaran merona, dan wangi terbaikku untuk perempuan yg dicinta lelaki itu.

Namun, sampai hari ini lelaki itu hanya mengganti air untukku, menciumnya sesekali, dan pergi meninggalkan rumah yg lenggang.
Mata lelaki itu selalu menerawang getir.
Adakah sejatinya wanita yg ia cinta
------

Aku adalah sekuntum lily
Yang dipetik oleh seorang wanita
Aku menghiasi meja makan yang berisikan 5 kursi.
Terkadang aku di ambil oleh si bocah lelaki 7 tahun yang memperlakukanku kasar untuk memukul adik perempuannya yg berusia 5 tahun atau dirampas kembarannya.

Dan wanita itu akan dengan cepat menyelamatkanku memasukkan aku ke dalam vas dan menciumku.
Terkadang ketika mereka duduk bersama, lelaki setengah baya dirumah yg ramai itu selalu menggeserku, dia tak begitu suka padaku.
Bahkan pernah membuangku ke tong sampah.

Saat bocah-bocah kecil itu bersekolah dan lelaki itu bekerja.
Hanya ada aku dan wanita itu dirumah.
Dia akan meluangkan waktunya begitu lama untuk memandangku kelam menerawang, menciumku dan menjagaku agar tak layu.
----------

Kami hanya sekuntum lily penghias rumah.

Ubud, 19 november 2010
Kadek purnami
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Thursday, November 18, 2010

Kelam malam

Malam itu diantara pohon pinus yang menjulang tinggi.
Diatas rumput kita terlentang, memandang bintang yg bertabur diangkasa.

Dari sela dedaunan, bulan begitu temarang.
Dan kau mencari ke dalam kelam mataku.
Tentang cinta yang kujanjikan selalu ada untukmu.

Aku berceloteh tentang hari yg luput dari pertemuan kita,
Menyesali waktu-waktu yg tak mempertemukan kita lebih cepat.

Dan kita berangan tentang esok, tentang lusa bahkan hari yg tak pastipun kita angankan.
Tanpa sadar bahwa hari inipun kita lalui dengan gigil dan ringkih.

Ah, andai waktu hadir lebih lama, atau terhenti sehingga membuatmu tak bergegas bangun,
Dan kembali pulang.

Akankah kau ingin mendengarkan lagi celotehku tentang esok yg tak pasti?

Jangkrik itu mengerik dingin, melengking menusuk telingaku,
Seperti kenyataan yg harus kita hadapi.

18 november 2010
Kadek Purnami


Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Tuesday, November 16, 2010

Persimpangan kota

Gemerlap cahaya kota malam itu begitu memukau
Di persimpangan aku terdiam
Menentukan arah mana yang akan kutuju

Deru suara mobil membuyarkan setiap kenangan yang coba kususun kembali
Aku memilih duduk pada bangku taman
Merapatkan jaketku

Angin dingin mencoba membekukan otakku
Mencoba mencari ingatan yang masih tersisa

Arah mana yang kutuju agar kurasakan cinta yang sama?

Pengemis jalanan meludahkan dahak di sampingku
Dan anak kecil menangis pilu
Satu lampu yang terlalu binar menyala berkelip kelip
Menarik hatiku tuk menyeberangi persimpangan ini.

Namun aku kembali
Membalikkan badan
Mengurungkan semua niat untuk mengingtmu

Karena aku tidak sedang ada dalam persimpangan yang sama
Biar kususun kisah baru yg lebih segar.

Kota ini, kau memang memukau

Ubud, 16 november 2010 ( kingcross)
Kadek purnami
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Bondi

Dulu, pernah ada dua cinta yang telah disatukan
Pada semenanjung pantai nan indah ini.

Kini dua cangkir kopi yang mengepul terhidang hangat pada pesisir pantai yang sama.

Remahan roti yang diserbu burung dara
Tak mengusik cerita kita

Tak ada awal dan akhir
Terbang begitu saja seperti angin yang ringan

Tak ada ingin tuk membuat cerita yang sama tentang cinta yg disatukan

Kau berkisah tentang masa lalu
Dan aku bercerita tentang masa kini
Dan masa depan tak akan menyatukan kita.

Debur ombak begitu indah mengantarkan buihnya
Aku tak sekokoh karang ditebing untuk menahan perasaanku
Juga tak selembek pasir yg digerus ombak

Aku adalah kedalaman laut yg mencoba tenang
Menyembunyikan riak riak kecil yg bergejolak

Kopi ini terlalu cepat dingin oleh udara sebelum sempat kuseruput
Dan matahari seolah ingin cepat tenggelam

Para peselancar telah pulang
Kedai kopi ini pun akan segera ditutup

Aku menuliskan sebuah nama pada pasir putih
Bukan kata cinta

"Bondi'
Aku tak ingin mengukir kisah yang sama.

Ubud, 16 november 2010
Kadek purnami
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Rosebay

Aku melintas senjalaka
Bersama desir hangat hatiku,
Menatap luas lautan biru

Diantara pohon rindang aku berdiri,
membiarkan daun yg berjatuhan menyentuh rambutku yg tergerai ringan.
melepas pandang pada sederetan perahu nan gagah.

Pada perahu yang mana kau sembunyikan cintamu?
Sehingga membuatku harus menebak melintas benua.

Rosebay terlalu biru untuk kau buat aku resah
Katakan, katakan saja
Atau biarkan aku tenggelam bersama birunya laut serupa langit yang kian memerah.

Karena perahu itu tak akan kita kayuh bersama

16 november 2010
Kadek purnami
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Monday, November 15, 2010

Pintu rahasia

Pintu rahasia

Ingatkah kau tentang rel tua di belakang rumah itu?

Besi merah yang tersamar dedaun kering.

Ribuan tapak kakiku tertinggal disana, lenyap terhempas angin dan sebagian menyusup pada pori tanah.

Pada pintu kecil itu aku akan menjentikkan jemariku, memainkan nada nada rahasia kita.

Jika nada itu tak terbalaskan oleh syahdu senandung mu,
Maka pot kecil itu akan penuh oleh kertas yang berisikan kisah yg ingin kuceritakan padamu.

Aku terus kembali menyusuri rel tua, menjentikan jemari pada pintu kayu,
Dan senandungmu tak pernah terdengar lagi

Pintu itu kian tersamar oleh semak belukar, dan pot kecil itu terlalu penuh oleh tumpukan kertas yg kian hilang hurufnya satu demi satu.

Kau tak pernah lagi membuka pintu rahasia itu,
Tak ada lagi senandungmu
Dan jemariku sudah tak ingat lagi menjentikkan nada-nada.

Hingga pada sebuah hari,
Aku tak mengetuk lagi pintu rahasia itu.

Apakah kau memikirkan aku yg sedang berjalan menyusuri besi tua dan melenyapkan setapak jalanku diantara daun kering?

Aku hanya ingin kau khawatir, dan menyusuri besi tua itu tuk mencari jejakku.

Tapi kau terlalu dingin untuk khawatir.

Ubud, 15 november 2010
Kadek purnami
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

kembali mengisi blog

Postingan terkahir saya bulan Mei, nyaris selama 5 bulan saya vakum sementara untuk menulis di blog ini. Kini november, sebuah bulan yang mengawali kesenggangan waktu saya. Mulai melihat segala sesuatu secara lebih detail.

mari berceloteh lagi.
Salam,
Kadek Purnami