Monday, September 21, 2009

Lelaki tua bersama hujan

Pada gerimis yg jatuh
Lelaki tua berdiri di tepian sawah berpayungkan daun pisang.

Tatapannya begitu jauh.
Adakah dia teringat tentang seorang perempuan yg menantinya dirumah?
Yang akan membuatkannya secangkir kopi dan merejang air panas untuk mandinya?

Entahlah..

Lelaki tua itu tak beranjak dari pinggir jalan, tatapannya tertuju pada sebuah rumah yang berjarak tak jauh dari gubuknya.

Diam lama dan termangu..
Tak peduli akan hujan yang tak hanya gerimis lagi, namun jatuh semakin deras.
Daun pisang kiranya tak mampu menahan air yg jatuh.
Dia tetap berdiri seolah tak peduli akan tubuhnya yang basah kuyup.

Lelaki tua itu menghela nafas panjang, kemudian kembali ke gubuknya. Raut wajah yang datar tanpa ekspresi, berjalan lambat dan tenang.

Dia menyulut sebatang rokok kretek, menyeduh kopi utk dirinya. Dan tetap terdiam.
Tak ada perempuan tua yg menemani.

Pada hujan dan secangkir kopinya, tatapannya tetap tertuju pada sebuah rumah kecil.

Sebuah rumah yang mempunyai kehidupan lengkap sepasang suami istri. Rumah yang penuh oleh kehangatan dan cinta seorang perempuan yg setiap saat ada untuk menyeduhkan kopi dan merejang air panas untuk suaminya.

Rumah yang terlalu sering ditatap oleh lelaki tua miskin sepertinya.

Namun, sewaktu-waktu diapun beruntung, sempat mencicipi masakan enak perempuan dirumah itu bahkan kopi yang diseduhkan olehnya.

Itu adalah waktu terindah yang pernah dimiliki lelaki tua itu.

Dia hanya lelaki tua yang hidup sendiri tak punya apapun dan siapapun.

Lahan sawah yang diolah adalah milik tuan tanah.
Perempuan yang dicintainya adalah milik sahabatnya.

Dia hanya lelaki tua yang punya cinta penuh untuk perempuan milik sahabatnya.

Bersama hujan, dia biarkan cintanya yang dalam membasuh relung-relung kerinduannya pada perempuan milik sahabatnya.
Dari sebuah gubuk yang dingin.

Ubud, 20 september 2009
D.purnami
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT