Friday, October 12, 2007

Pengintai

Subuh itu matahari belum terbit

udara terasa dingin

mobil melaju kencang dalam jalanan yang sepi

berharap waktu melambat.

Subuh itu matahari belum terbit

jaket menghangatkan tubuh

motor dilaju kencang di jalan yang sama

berharap dapat bertemu sebelum burung besi itu terbang

Tak bertemu,

dan bukan berarti tiada harapan lagi

berdiam diri

pada waktu yang sama dan tempat berbeda

Tanpa bicara

Namun aku mendengarnya berbisik

Tak nampak

Namun aku merasakan keberadaannya

Tiada pelukan perpisahan

Namun seolah dia mendekapku

Sebenarnya, kita sedang pada waktu dan tempat yang sama

Dia tetap mengintai dalam setiap langkahku

Wajah murungku terekam olehnya

Kesedihan hatiku terbaca jelas.

Tetap mengintai

dia tak bergerak sedikitpun

tetap disitu hanya memandangku

dengan kesedihan dan kemurungan yang sama

Matahari telah terbit menghangatkan

Burung besi telah terbang

Kita berpisah

Tanpa sepatah kata namun penuh oleh rasa

Sang pengintai hanya memandang keatas.

***d.purnami

Juli 2007

Lasso

Diatas sebuah meja kayu yang berhiasakan setangkai lily putih.

Secangkir kopi ditemani boneka beruang yang bernama Lasso.

Dipandanginya lamat-lamat yang seukuran telapak tangan.

Seolah mengerti apa yang terfikir olehnya.

Tersenyum dia sendiri.

…………………………………………………..

Lagi dan lagi dia bergulir ke masa lampau

Lasso adalah teman kecilnya yang sempat di abaikannya.

Lama sekali waktu itu berlalu, kini kembali lagi di bongkar dari gudang.

Dia hanya mencari Lasso yang setangkup kecil.

Dulu boneka itu tak bernama, baru kali ini diberi nama, itupun diambil dari nama belakang salah satu penyayi lelaki yang dipujanya.

Kini Lasso sangat berarti baginya,

Memberi bau dan rasa nyaman yang berbeda.

Ada titipan hati pada tubuh mungilnya.

Juga sebuah kisah indah bagi perempuan yang kini tak kecil lagi

*** d.purnami

Agustus 2007

Wednesday, October 10, 2007

Pohon Jambu & perempuan kecil

Perempuan itu duduk di pojok bale menatap pohon jambu yang sudah tua dengan kulit pohon mengering dan berkeriput. Semua bangunan dirumah ini telah berubah. Dia teringat 18 tahun silam, dibawah pohon jambu itu dia sering berteduh dan bermain sendiri.

Perempuan kecil berkepang dua yang tak punya banyak teman.

Kegemarannya adalah menantang matahari, mengejar kupu-kupu, menangkap capung dan katak, berlari di pematang sawah ataupun menelusuri sungai yang jernih.

Disanalah perempuan kecil itu menemukan dunianya yang ceria dan tenang.

Sesekali dia harus memanjat pohon jambu untuk bersembunyi dari panggilan sang ibu.

Sahabatnya bukan teman sebaya namun para nenek di desa itu. Alasannya sangat sederhana, mereka tak pernah mengucilkannya atau memusuhinya.

Mereka selalu mengasihi dan memanjakannya dengan dongeng serta ketela rebus dan biji tiwul. Sebuah dongeng yang tak pernah mau diselesaikan, agar ada alasan baginya untuk mengunjungi sang nenek di esok hari.

Sebagai balasan dari kebahagiaanya, perempuan kecil itu cukup melipatkan daun sirih sang nenek yang gemar menginang sirih.

Sudah cukup lama masa itu telah lewat, namun masih teringat jelas di benak perempuan yang tak lagi kecil dan berkepang dua.

Ah… mereka semua kini telah menjadi leluhur yang disembah oleh keturunannya.

Perempuan itu beranjak dari bale dan mengambil satu dupa menancapkannya di bawah pohon jambu sembari mengusap lengan.

“Untuk mereka yang telah pernah menyayangiku serta dongeng kalian yang tak pernah usai, aku terkenang kasih kalian”

Esok semua kenanganku dirumah ini akan hilang, pohon jambu itupun akan ditebang.

Tuesday, October 9, 2007

Jeda

Pada sebuah waktu, kosong dan luang.

Sebuah jeda yang kurindukan.

Cukup lama tak menuliskan apapun pada Galang bulan, seolah purnama tersaput awan. Memang cukup tidak adil menelantarkan wadah yang selama ini menampung seluruh inspirasiku.

Butuh Jeda sesaat.

Kini aku kembali lagi untuk sekedar bercerita tentang hal yang kulalui. Sekian lama bergaul dengan para sastrwan membuatku lupa akan bagaiaman menuliskan sebuah kisah.

Pada sebuah pagi awal oktober

Kuterbangun oleh pesan singkat yang masuk, ucapan terima kasih dari para penulis yang telah kembali kedaerah serta negaranya masing-masing. Aku tersenyum lega hajatan para sastrawan “Ubud Writers & Readers Festival” telah berakhir dengan lancar, seolah flu dan pegal disekujur tubuh cukup terbayarkan. Fyuh.. enam hari yang cukup berat telah kulalui dengan semangat, gairah, senyuman, tekanan serta air mata yang membuat hatiku mengharu biru. Semua telah ditutup dengan seikat bunga dan tatapan mata dalam yang bersetia menemani.

Teruntuk mereka yang telah bersetia padaku melewati masa sulit, ku ucapkan terima kasih untuk waktu dan perhatiannya. Sudah kurindukan kembali satu minggu itu..

Pakaian aku masukkan ke dalam tas dengan lambat.

Thanks! Jeda itu akhirnya datang

Waktu luang yang kurindu.